Gereja Katolik di Vietnam lebih fokus pada pertumbuhan ketimbang tantangan



Gereja Katolik di Vietnam lebih fokus pada pertumbuhan ketimbang tantangan

Di Kota Ho Chi Minh, gereja-gereja Katolik menjadi sebuah pemandangan indah. Gereja-gereja besar menjadi situs bersejarah yang populer, menarik banyak wisatawa. Di gereja-gereja kecil, penduduk setempat menghadiri Misa dan pelayanan. Gereja-gereja tersebut tetap menjadi landasan komunitas mereka.
“Kami mengajarkan orang melakukan hal-hal yang baik, membuka diri. Dan Anda bisa bertemu dan membantu orang lain, membuat hidup Anda lebih bermakna setiap hari,” kata Pastor Joseph Giang CSsR.
“Begitu banyak orang benar-benar menikmati kehidupan seperti ini,” katanya, ketika diminta menjelaskan kehidupan Gereja Katolik di negara itu.
Meskipun angka yang tepat sulit didapat, umat tampaknya bertumbuh. Tahun 1954, umat Katolik memiliki sekitar 1,9 juta dari sekitar 30 juta penduduk, menurut penelitian yang dipublikasikan oleh Pastor Peter Hansen, seorang dosen di Australia Catholic Theological College. Saat ini, sekitar 6,2 juta umat Katolik atau tujuh persen dari populasi.
Tidak seperti di hari-hari awal kontrol komunis dimana pemerintah cenderung mengawasi urusan Gereja, bahkan para imam terpaksa melayani secara diam-diam. Tidak seperti di Tiongkok, yang terus mencampuri urusan Gereja terkait pengangkatan uskup, di Vietnam pengangkatan uskup berada di tangan Vatikan.
Kesulitan yang lebih besar bagi Gereja Katolik saat ini berhadapan dengan pemerintah yang monolitik.
“Kami dapat mengajarkan katekese, itu OK. Kami dapat menerima orang baru, itu OK,” kata pemimpin Yesuit yang berbicara dengan anonimitas.
“Jika negara itu tidak terbuka, kami melakukan apa yang perlu kami lakukan. Hal ini tergantung pada daerah, juga. Di Vietnam, itu sangat, sangat rumit,” katanya.
Pastor Giang mengatakan karyanya dalam Gereja tidak pernah menghadapi tekanan dari otoritas, tetapi rekan-rekan yang melakukan pelayanan di luar Gereja menghadapi masalah.
“Jika Anda ingin melakukan sesuatu di luar Gereja, Anda harus mendapatkan izin,” katanya.
Apakah izin mudah didapatkan?
“Itu tergantung,” katanya sambil tertawa. “Kadang-kadang mudah, kadang-kadang sulit.”
Dalam menghadapi tantangan tersebut, klerus dan orang awam bersama-sama menghadapi hambatan dengan tenang.
Umat Katolik Vietnam berkumpul untuk berdoa di tempat ziarah Maria di Kota Ho Chi Minh. 
Maria, yang telah mengalami lima dekade sebagai seorang Katolik di Kota Ho Chi Minh, mengatakan bahwa ia melihat kesulitan sebagai ujian iman.
“Itu tergantung pada titik masing-masing orang memandang, tetapi dalam pandangan saya, jika pemerintah menekan Gereja Katolik, itu karena Tuhan ingin seperti itu. Tuhan ingin melatih umat Katolik,” katanya.
Imam Yesuit memberikan pandangan serupa.
“Kami selalu memiliki masalah, tapi kami tahu bagaimana hidup dengan mereka. Itu adalah salah satu karakteristik dari umat Katolik di Vietnam,” katanya.
Di paroki  Penebus Maha Kudus Saigon, ada 5.000 anggota awam tetap dan ratusan atau bahkan mungkin ribuan pendatang. Tujuh puluh orang muda belajar menjadi imam dan Gereja dilayani 40 imam aktif – tidak termasuk imam senior yang terafiliasi. Yesuit sendiri telah tumbuh dari 26 orang  tahun 1975- kini menjadi 234 orang.
“Dari tahun 1990, kita dapat menerima novisiat baru sebelumnya (jumlahnya) sangat rendah, tahun ini ada 27 novisiat baru – yang terbesar di dunia di setiap provinsi,” kata imam Yesuit itu.
Di seluruh negeri, TK dan prasekolah dikelola oleh biarawati.
“Partai komunis tidak suka organisasi keagamaan, tetapi anggotanya, sebagai manusia, sebagai individu mengirim anak-anak mereka ke TK yang dikelola oleh para suster. Sebelumnya, mereka melihat agama Katolik tidak baik, tapi seiring perjalanan waktu mereka mengubah pikiran mereka,” kata imam Yesuit.
Sekarang, anak-anak anggota Komunis ‘kembali ke rumah bisa membuat tanda salib: “Kami memiliki masalah, tetapi pemerintah memiliki terlalu banyak masalah.”
1216cMeskipun kendala, Gereja Katolik telah mempertahankan pertumbuhan yang stabil di Vietnam. 

Fokus pada pertumbuhan
Generasi Katolik saat ini lebih fokus pada pertumbuhan ketimbang tantangan yang mereka hadapi.
Phong, 24, seorang calon imam mengatakan ia merasa panggilan sejak dia masih kecil.
“Saya ingin menjadi seorang imam sejak saya masih kecil. Kadang-kadang teman-teman saya bertanya mengapa saya ingin menjadi seorang imam dan saya bercanda ‘karena saya selalu memiliki begitu banyak pacar.”
“Tapi alasan sebenarnya adalah karena saya ingin melayani Tuhan,” jelasnya.
“Menjadi seorang imam tergantung pada keyakinan dan keinginan Anda. Anda harus memiliki panggilan Tuhan. Ini tidak seperti Anda dapat memilih pekerjaan. Ini adalah panggilan.”
Jika berhasil, Phong berharap ia ingin agama berkembang. Ketika ditanya apakah ia berpikir Katolik akan bertumbuh di Viatenam? Tapi dia balik bertanya: “Berapa banyak umat Katolik di dunia?”
Dia berhenti dan menjawab sendiri.
“Di seluruh dunia ada sekitar 1,2 miliar orang Katolik, tapi di Vietnam, jumlahnya tidak begitu banyak.”
Sumber: ucanews.com





Post a Comment

أحدث أقدم